Dalam sistem perpajakan modern, pemerintah di berbagai negara terus berupaya meningkatkan kepatuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Salah satu mekanisme yang mulai diterapkan untuk mencegah manipulasi atau penggelapan pajak adalah sistem split payment.
Konsep ini sempat diperkenalkan dan dikaji juga di Indonesia oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari reformasi sistem PPN. Split payment diharapkan dapat meningkatkan transparansi transaksi dan memastikan bahwa pajak yang dipungut benar-benar disetorkan ke kas negara.
Artikel ini akan membahas secara lengkap pengertian split payment, cara kerjanya, tujuan penerapannya, hingga contoh praktik dan dampaknya dalam akuntansi bisnis.
Apa Itu Spill Payment?
Split Payment adalah sistem pembayaran di mana pembeli (konsumen) membayar nilai transaksi dan pajaknya secara terpisah, satu bagian kepada penjual sebagai nilai bersih barang atau jasa, dan bagian lainnya langsung ke rekening pemerintah untuk membayar PPN.
Dengan kata lain, dalam sistem split payment, PPN tidak lagi diteruskan oleh penjual, tetapi disetorkan langsung oleh pembeli ke kas negara.
Hal ini bertujuan untuk meminimalkan risiko penyelewengan pajak atau keterlambatan penyetoran oleh pihak penjual.
Contoh sederhana:
Jika Anda membeli barang dengan nilai Rp100.000 dan PPN 11% (Rp11.000), maka:
- Rp100.000 dibayarkan ke rekening penjual.
- Rp11.000 disetor langsung ke rekening pemerintah (melalui sistem pajak elektronik).
Dengan mekanisme ini, PPN masuk langsung ke kas negara, tanpa menunggu penjual menyetorkannya.
Tujuan dan Fungsi Split Payment
1. Meningkatkan Kepatuhan PPN
Dengan memisahkan pembayaran pajak dan nilai barang, pemerintah dapat memastikan PPN langsung diterima, tanpa bergantung pada kepatuhan pihak penjual.
2. Mengurangi Risiko Penggelapan Pajak
Banyak kasus di mana PPN sudah dipungut dari pembeli, tetapi tidak disetorkan oleh penjual. Split payment menghilangkan celah tersebut karena pembayaran PPN dilakukan langsung ke kas negara.
3. Meningkatkan Transparansi Transaksi
Sistem ini memungkinkan setiap transaksi terekam dengan jelas, baik di sisi pembeli maupun pemerintah, sehingga lebih mudah dilacak dalam audit pajak.
4. Memperkuat Arus Kas Negara
Dengan setoran pajak yang langsung diterima, pemerintah dapat menjaga stabilitas penerimaan PPN secara real-time.
Bagi pelaku usaha, meskipun terlihat menambah langkah administratif, sistem ini sebenarnya membantu menjaga reputasi bisnis dan mengurangi potensi sanksi akibat keterlambatan atau kesalahan setor pajak.
Mekanisme Split Payment
Berikut alur umum mekanisme split payment dalam transaksi bisnis:
1. Penjual mengeluarkan faktur pajak (invoice)
Invoice memuat dua komponen utama: nilai barang/jasa dan nilai PPN-nya. Misal: Harga barang Rp100 juta, PPN 11% = Rp11 juta.
2. Pembeli melakukan dua kali pembayaran.
Misalnya pembeli melakukan pembayaran pertama sebesar Rp100 juta ke rekening penjual. Lalu Rp11 juta langsung ke rekening kas negara (melalui sistem DJP atau bank persepsi).
3. Sistem mencatat otomatis transaksi PPN
Pemerintah mengetahui siapa pembeli dan penjualnya melalui faktur elektronik (e-Faktur).
4. Penjual melaporkan transaksi tanpa perlu menyetor PPN
Karena PPN sudah disetorkan langsung oleh pembeli, penjual hanya melaporkan transaksi tanpa melakukan pembayaran ulang.
5. DJP melakukan rekonsiliasi otomatis
Data transaksi antara e-Faktur dan sistem pembayaran dipadankan untuk memastikan tidak ada ketidaksesuaian.
Dalam praktiknya, mekanisme split payment memerlukan integrasi sistem keuangan (ERP) dan sistem perpajakan elektronik, agar transaksi dan pelaporan berjalan otomatis.
Penerapan Split Payment dalam Akuntansi
Dari sisi akuntansi, penerapan sistem split payment membutuhkan penyesuaian pencatatan, terutama pada transaksi penjualan dan pembelian yang melibatkan PPN.
Contoh Pencatatan di Buku Penjual
Ketika penjual menjual barang senilai Rp100.000.000 dengan PPN 11%:
Tanpa Split Payment (konvensional):
Debit: Piutang Usaha Rp111.000.000
Kredit: Penjualan Rp100.000.000
Kredit: PPN Keluaran Rp11.000.000
Dengan Split Payment:
Debit: Piutang Usaha Rp100.000.000
Kredit: Penjualan Rp100.000.000
(PPN tidak dicatat sebagai kewajiban karena sudah dibayarkan langsung ke kas negara oleh pembeli.)
Contoh Pencatatan di Buku Pembeli
Pembeli yang membayar total Rp111.000.000 mencatat:
Debit: Persediaan / Biaya Rp100.000.000
Debit: PPN Masukan Rp11.000.000
Kredit: Kas / Bank Rp111.000.000
Namun, dalam split payment:
Debit: Persediaan / Biaya Rp100.000.000
Debit: PPN Masukan Rp11.000.000
Kredit: Kas (ke Penjual) Rp100.000.000
Kredit: Kas (ke Kas Negara) Rp11.000.000
Dengan pencatatan ini, sistem akuntansi menunjukkan bahwa PPN dibayarkan langsung ke pemerintah, bukan melalui penjual.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Split Payment
Seperti halnya sistem fiskal lainnya, split payment memiliki keunggulan sekaligus tantangan dalam penerapannya.
Kelebihan:
- Transparansi tinggi, Pemerintah dapat memantau arus PPN secara langsung.
- Mengurangi kecurangan pajak, Risiko penyelewengan PPN oleh penjual berkurang drastis.
- Menjamin penerimaan negara stabil, Pajak disetor langsung tanpa perantara.
- Memudahkan audit dan pengawasan, Setiap transaksi memiliki jejak digital lengkap.
Kekurangan:
- Kompleksitas administrasi, Pembeli harus melakukan dua kali pembayaran untuk setiap transaksi.
- Dampak pada arus kas penjual, Penjual tidak lagi menerima dana PPN yang dulu bisa digunakan sementara sebagai cash flow.
- Kebutuhan sistem digital terintegrasi, Diperlukan sistem keuangan dan e-faktur yang kompatibel agar tidak terjadi kesalahan.
- Kurangnya kesiapan pelaku UMKM, Bagi bisnis kecil tanpa sistem digital, penerapan split payment bisa membingungkan.
Oleh karena itu, jika sistem ini diterapkan di Indonesia, pemerintah kemungkinan akan melakukannya secara bertahap, dimulai dari sektor-sektor tertentu yang memiliki transaksi besar dan infrastruktur digital memadai.
Kesimpulan
Split Payment System adalah mekanisme pemisahan pembayaran antara nilai transaksi dan pajaknya, di mana PPN langsung disetorkan oleh pembeli ke kas negara.
Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak, mencegah penyelewengan, dan memperkuat penerimaan negara secara transparan.
Dalam akuntansi, sistem ini memengaruhi pencatatan transaksi, PPN tidak lagi menjadi kewajiban penjual, tetapi langsung diakui sebagai pajak masukan dan keluaran di sistem perpajakan elektronik.
Meskipun memiliki tantangan dari sisi administrasi dan kesiapan teknis, split payment menawarkan transparansi, efisiensi, dan keamanan pajak yang lebih tinggi.
Jika Anda ingin memastikan sistem akuntansi dan pelaporan pajak bisnis Anda siap menghadapi skema digital seperti split payment, RDN Consulting dapat membantu Anda menyiapkan struktur keuangan, pelaporan, dan sistem pajak terintegrasi yang sesuai regulasi.