logo

menu

Apakah Bonus Tahunan Kena Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Article

25|12|2025

Apakah Bonus Tahunan Kena Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Di akhir tahun, banyak perusahaan memberikan bonus tahunan kepada karyawan sebagai bentuk apresiasi atas kinerja dan kontribusi selama setahun. Bonus ini bisa berupa uang tunai, tunjangan tambahan, atau bentuk insentif lainnya.

Namun, banyak karyawan belum memahami bahwa bonus tahunan juga merupakan penghasilan yang dikenai pajak penghasilan (PPh 21), sama seperti gaji pokok atau tunjangan lainnya.

Agar tidak salah hitung atau terkejut saat melihat potongan pajak di slip gaji, penting bagi setiap karyawan untuk memahami aturan dan cara perhitungan pajak bonus tahunan.

Artikel ini akan menjelaskan dasar hukum, waktu pengenaan pajak, cara menghitung PPh 21 atas bonus tahunan, serta siapa yang menanggung pajaknya secara sederhana dan mudah dipahami.

Dasar Hukum Pajak Bonus Tahunan

Pengenaan pajak atas bonus diatur dalam beberapa ketentuan perpajakan, antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) UU ini menjadi dasar hukum pengenaan pajak penghasilan orang pribadi, termasuk penghasilan dari pekerjaan seperti gaji, tunjangan, dan bonus.
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016. Mengatur tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) atas penghasilan dari pekerjaan, termasuk bonus tahunan, THR, dan insentif kinerja.
  • PMK Nomor 252/PMK.03/2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan PPh 21
    Menjelaskan bahwa bonus dan gratifikasi karyawan dianggap sebagai penghasilan tidak teratur, karena tidak diterima setiap bulan.

Dengan demikian, secara hukum bonus tahunan termasuk penghasilan kena pajak (PKP) yang dikenakan PPh 21 dan wajib dipotong oleh pemberi kerja (perusahaan).

Kapan Bonus Dikenai Pajak

Bonus tahunan dikenakan pajak pada saat diterima atau diperoleh oleh karyawan, sesuai dengan prinsip “cash basis” dalam sistem PPh 21.
Artinya, pajak dipotong pada bulan bonus tersebut dibayarkan, bukan dibagi rata sepanjang tahun.

Misalnya:
Perusahaan memberikan bonus tahunan pada bulan Desember 2025, maka pajak atas bonus tersebut dipotong bersamaan dengan PPh 21 bulan Desember.

Bonus juga termasuk penghasilan tidak teratur (non-recurring income), sehingga perhitungannya dipisahkan dari gaji bulanan reguler.
Dengan begitu, tarif pajak yang dikenakan mungkin berbeda dari potongan gaji biasa, karena dihitung berdasarkan total penghasilan kumulatif selama setahun.

Cara Menghitung Pajak Bonus Tahunan (PPh 21)

Untuk menghitung pajak bonus tahunan, perusahaan atau HR biasanya menggunakan metode “penghasilan tidak teratur”.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Hitung Penghasilan Setahun Tanpa Bonus

Misalnya, gaji pokok karyawan adalah Rp10.000.000 per bulan.
Maka penghasilan bruto tahunan =

Rp10.000.000 × 12 bulan = Rp120.000.000

2. Tambahkan Bonus Tahunan

Misal karyawan menerima bonus Rp20.000.000.
Maka total penghasilan setahun menjadi:

Rp120.000.000 + Rp20.000.000 = Rp140.000.000

3. Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Kurangi dengan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) sesuai status wajib pajak.
Misalnya, status karyawan TK/0 (tidak kawin, tanpa tanggungan) dengan PTKP Rp54.000.000.

PKP = Rp140.000.000 – Rp54.000.000 = Rp86.000.000

4. Hitung PPh 21 Setahun

Tarif PPh 21 progresif (berdasarkan Pasal 17 UU PPh) adalah:

  • 5% untuk penghasilan sampai Rp60 juta

  • 15% untuk penghasilan Rp60–250 juta

  • 25% untuk penghasilan Rp250–500 juta

  • 30% untuk penghasilan di atas Rp500 juta

Perhitungan:

  • 5% × Rp60.000.000 = Rp3.000.000

  • 15% × (Rp86.000.000 – Rp60.000.000) = Rp3.900.000

Total PPh 21 setahun = Rp6.900.000

5. Kurangi Pajak yang Sudah Dipotong dari Gaji Bulanan

Jika pajak dari gaji bulanan (tanpa bonus) selama 12 bulan sebelumnya total Rp5.400.000, maka:

Pajak atas bonus = Rp6.900.000 – Rp5.400.000 = Rp1.500.000

Artinya, potongan pajak tambahan sebesar Rp1.500.000 akan dilakukan di bulan ketika bonus dibayarkan.

Pajak Bonus Ditanggung Siapa?

Secara umum, pajak bonus ditanggung oleh karyawan dan dipotong langsung oleh perusahaan pada saat pembayaran bonus dilakukan.
Pemotongan ini dilakukan melalui sistem PPh Pasal 21, di mana perusahaan bertindak sebagai pemotong pajak (withholding agent) dan wajib menyetorkannya ke kas negara.

Namun, dalam beberapa perusahaan, terutama perusahaan besar atau BUMN, ada kebijakan “pajak ditanggung perusahaan” (gross-up system), di mana perusahaan menanggung seluruh pajak atas bonus agar karyawan menerima nilai bersih penuh.

Contoh:
Jika bonus karyawan Rp20.000.000 dan pajaknya Rp1.500.000, maka:

  • Pada sistem net, karyawan menerima Rp18.500.000 (pajak dipotong).
  • Pada sistem gross-up, karyawan tetap menerima Rp20.000.000, dan perusahaan membayar tambahan Rp1.500.000 ke kas negara.

Kebijakan ini tergantung pada perjanjian kerja dan kebijakan kompensasi internal masing-masing perusahaan.

Kesimpulan

Bonus tahunan merupakan salah satu bentuk penghasilan yang termasuk objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) dan wajib dikenakan pajak pada saat diterima.
Perhitungannya dilakukan secara terpisah dari gaji bulanan karena termasuk penghasilan tidak teratur.

Tarif pajaknya mengikuti skema progresif berdasarkan total penghasilan tahunan, dan pemotongannya dilakukan oleh perusahaan saat pembayaran bonus.
Secara umum, pajak ditanggung oleh karyawan, namun beberapa perusahaan menerapkan kebijakan gross-up untuk memberikan bonus bersih penuh tanpa potongan pajak.

Memahami cara kerja pajak bonus tahunan penting agar karyawan dapat mengetahui potongan pajak dengan transparan, sementara perusahaan dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai aturan.

Jika Anda membutuhkan bantuan profesional untuk menghitung, melaporkan, atau menyusun kebijakan pajak karyawan dan bonus perusahaan secara efisien, RDN Consulting siap membantu Anda dengan layanan konsultasi pajak dan penggajian (payroll tax) yang akurat dan sesuai regulasi terbaru.